Kamis, 12 Januari 2012

Tahun 2011, Pemerintah Dinilai Gagal Melawan Mafia Hutan

Tim Mata Harimau, Greenpeace (4/10) berpapasan dengan truk kayu di Kabupaten Tebo.  Foto : Greenpeace.
Tim Mata Harimau, Greenpeace (4/10) berpapasan dengan truk kayu di Kabupaten Tebo. Foto : Greenpeace.

Komitmen Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengurangi emisi hingga 26% pada 2020 dan 41% dengan dukungan internasional terancam gagal karena tidak didukung aksi dan kebijakan nyata untuk menjaga hutan alam yang tersisa.

Hal tersebut disampaikan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dalam catatan akhir tahun 2011 terkait dengan masih maraknya penghancuran hutan di Semanjung Sumatera.   Jikalahari mencontohkan, deforestasi dan degradasi hutan di Riau sepanjang tahun 2011 merupakan bukti nyata pelanggaran komitmen karena terjadi pada hutan gambut dalam yang seharusnya dilindungi,bukti mafia hutan tidak terjamah.

Meski Greenpeace, Jikalahari dan sejumlah NGO Lingkungan lainnya telah membeberkan sejumlah bukti penghancuran hutan di Riau, namun pemerintah lebih banyak diam, seakan membiarkan penghancuran  hutan terjadi di semanjung Sumatera itu terjadi.

Seandainya pemerintah punya niat  dan komitmen yang kuat dalam mempertahankan dan melestarikan hutan Indonesia, bukti-bukti penghancuran hutan yang berhasil diungkap para aktivis lingkungan  di sejumlah daerah terutama Riau dan Kalimatan bisa menjadi dasar untuk menindak para penjahat lingkungan.
Sayangnya janji Presiden SBY untuk mengurangi emisi hingga 26% pada 2020 dan 41%  hingga kini masih sebatas wacana.  Penghancuran hutan alam di Riau dan daerah lainnya masih terus berlangsung hingga kini. Perlahan tapi pasti, hutan alam Sumatera terus dihancurkan.

Berdasarkan catatan Jikalahari, tiga tahun terakhir Propinsi Riau kehilangan tutupan hutan alam sebesar 86.345 hektar.  Angka tersebut menurut perkiraan Jikalahari, akan semangkin besar jika tidak ada perlawanan dari masyarakat Pulau Padang, karena self approval RKT RAPP 2011 telah siap untuk meluluh lantakan 30.087 Ha hutan Alam di pulau padang.

Tahun 2011, telah terjadi penghancuran hutan alam sebesar 82.084 hectare dan 95 persen kehancuran itu terjadi pada Hutan Alam Gambut yang seharusnya dilindungi.  Inilah yang membuat pembukaan hutan dan lahan gambut menjadi penyumbang emisi terbesar dari degradasi dan deforestasi.
Dari fakta penghancuran hutan alam di Riau jelas bertentangan dengan komitmen pemerintahan SBY untuk mengurangi emisi CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan. Menurut Muslim, Koordinator Jikalahari, komitmen SBY patut dikritisi dan dipertanyakan sepanjang tahun 2011.

Jikalahari menilai tak ada satupun kasus mafia hutan yang dituntaskan.  Bahkan banyak kasus kejahatan kehutanan dan korupsi kehutanan di Riau di SP3-kan dan jalan ditempat.  Presiden SBY, selain pernah membuat komitmen mengurangi emisi CO2. Dewan Pembina Partai Demokrat itu juga berkomitmen melawan mafia hutan. Komitmen itu pernah ia sampaikan saat membentuk Satgas PMH pada 2009, yaitu menabuh genderang perang melawan mafia hukum atau perang terhadap mafia bigfish, salah satunya mafia kehutanan.

Namun faktanya perang melawan mafia hutan kandas di Riau, khususnya penuntasan kasus SP3 tahun 2008 yang diteken Kapolda Riau Hadiatmoko. Padahal akibat praktek melawan hukum 14 Perusahaan tersebut, Satgas PMH pada Juni 2011 mencatat negara dirugikan hampir Rp 2000 triliun.
Kerugian negara karena hilangnya nilai kayu (log) akibat aktivitas 14 perusahaan IUPHHK-HT di Provinsi Riau menurut Jikahari diperkirakan sebesar Rp 73.364.544.000.000,- (tujuh puluh tiga triliun tiga ratus enam puluh empat miliar lima ratus empat puluh empat juta rupiah).

Sementara kerugian karena kerusakan lingkungan akibat aktivitas 14 perusahaan di Provinsi Riau  mencapai Rp 1.994.594.854.760.000,- (seribu sembilan ratus sembilan puluh empat triliun lima ratus sembilan puluh empat miliar delapan ratus lima puluh empat juta tujuh ratus enam puluh ribu rupiah).
Dua bulan kemudian Satgas PMH mengirim surat ke KPK untuk menindak segera korupsi sektor kehutanan karena merugikan keuangan Negara.  Dalam surat tersebut, Jaksa Agung dan Menteri Kehutanan  mewakili Negara diminta melakukan gugatan kepada perusahaan  yang terlibat dalam penghancuran hutan di Riau. Polri juga diminta membuka kembali SP3.

“Mengingat adanya Putusan MA No. 736 K/Pid.Sus/2009 atas perkara tindak pidana korupsi Bupati Pelalawan dalam tingkat Kasasi dengan terdakwa H Tengku Azmun Jaafar, S.H. memunculkan petunjuk sekaligus bukti baru bahwa penerbitan IUPHHK-HT PT Merbau Pelalawan Lestari dan PT Madukuro (dua dari 14 (empat belas) perusahaan yang dihentikan penyidikannya oleh Polri pada 2008) adalah melawan hukum dan oleh karenanya tidak sah serta merugikan negara  adalah melawan hukum dan oleh karenanya tidak sah,” tulis Satgas dalam suratnya.
Surat itu ditembuskan salah satunya ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sayangnya Presiden SBY tidak merespon surat tersebut dan memberikan dukungan kepada para pembantunya.
Tahun 2009. Kasus T. Azmun Jaafar; divonis 11 tahun penjara karena merugikan Negara sebanyak Rp 1,208 triliun. Namun 15 perusahaan yang terlibat dan menikmati hasil kejahatan belum tersentuh.
Berikut 15 perusahaan yang terlibat dan menikmati hasil kejahatan kehutanan berdasarkan Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakpus No.06/PID.B/TPK/2008/PN.JKT.PST) :


Desember 2011, Pengadilan Tipikor Pekanbaru menghukum terdakwa Arwin As terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi bidang kehutanan dan tindak pidana kejahatan kehutanan. Arwin As kini jadi terpidana  hukuman 4 tahun penjara. Merugikan Negara Rp 301 miliar. Lagi-lagi 5 perusahaan yang menikmati hasil kejahatan tidak disentuh dalam putusan yang mempidanakan mantan Bupati Siak Arwin As.
data Jikalahari
Bandingkan dengan temuan Polri melalui Direktorat V Tindak Pidana Tertentu (Dit V Tipiter) Bareskrim Polri hanya menyetor Rp 5,7 miliar ke kas negara. Uang itu berasal dari hasil lelang barang bukti kasus tindak pidana tertentu selama 2011.
Jikalahari mendesak Presiden memerintahkan kepada Kapolri segera mencabut SP3 atas 14 Perusahaan yang terindikasi melakukan illegal logging di Riau. KPK juga diminta untuk menindaklanjuti kerugian negara terkait keterlibatan korporasi dalam kasus SP3, Tengku Azmun Jaafar, Asral Rahman, dan Arwin AS.
Menteri Kehutanan diharapkan tidak lagi mengeluarkan izin Penebangan Hutan Alam (RKT) tahun 2012 dan meninjau meninjau semua perizinan yang diberikan kepada industri kehutanan. Sementara pihak perusahaan diimbau secara sukarela menghentikan penebangan hutan alam dan pembukaan hutan di lahan gambut. (Marwan Azis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar