Kamis, 16 Februari 2012

Perkembangan kawasan terbangun Dalam Pelestarian Ekosistem Pesisir

Oleh : Mochammad Fadjar
BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting tetapi rentan (vulnerable) terhadap gangguan. Karena rentan terhadap gangguan, wilayah ini mudah berubah baik dalam skala temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai kegiatan seperti industri, perumahan,transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian, pariwisata. Aktivitas manusia dalam menciptakan ruang-ruang terbangun akhirnyasering mengakibatkan masalah di dalam ekosistem pesisir. Batasan kawasanterbangun seperti kota pesisir harus dilakukan. Perkembangan pemukiman, ataufasilitas lain harus dibatasi melalui sistem penataan ruang agar perkembanganruang terbangun dapat terkendali dan arah pengembangan ke arah sepanjang pantai harus di cegah.
Kota Kupang merupakan ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di Wilayah Pesisir Teluk Kupang. Kota Kupang mempunyai luasan kawasan pesisir 12.695 Ha dan panjang pesisir 22,7 Km. Kawasan Pesisir Kota Kupang merupakan awal perkembangan dari Kota Kupang. Secara historis perkembangan kawasan pesisir Kota Kupang karena adanya potensi ekonomi. Menurut Soetomo (2005:3) Wilayah pesisir merupakan wilayah human settlement, tempat manusia tinggal, bekerja dengan segala kehidupannya. Pesisir merupakan wilayah yang strategis bagi perkembangan permukiman perkotaan dan pusat desa-desa nelayan, sebagai tempat produksi seperti industri, pusat terminal transportasi laut (pelabuhan).  Kehidupan manusia ini yang menciptakan ruang-ruang terbangun yang akhirnya sering menciptakan masalah di dalam ekosistem pantai.

B.        PERMASALAHAN      
Meningkatnya pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir yang diakibatkan perkembangan Kota Kupang akan mempengaruhi daya dukung atau kapasitas lingkungan wilayah pesisir serta menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan pesisir sekitar  jika penggunaannya tidak disesuaikan dengan kaidah-kaidah keberlanjutan. Pada saat ini, dampak dari pemanfaatan ruang terbangun kawasan pesisir belum terlalu berpengaruh besar pada kawasan perairan pesisir Kota Kupang namun jika aktivitas tersebut tidak segera dikurangi tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi bagi ekosistem.
Berdasar permasalahan pada latar belakang, permasalahan utama yang mendasar adalah belum dipertimbangkan kaidah-kaidah keberlanjutan pada pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang, maka penulis merumuskan suatu pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimanakah Mengendalikan Perkembangan kawasan terbangun di Kota Kupang Dalam Pelestarian Ekosistem Pesisir?”

C.        TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan karya ilmiah ini adalah :
Tujuan
Untuk mengkaji peranan penataan ruang darat dan laut terhadap terbangun dalam pelestarian terhadap kondisi lingkungan perairan sekitar dan ekosistem yang ada didalamnya seperti ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang serta ekosistem padang lamun.
·   Manfaat
Sebagai salah satu informasi mengenai peranaan penataan ruang dalam pelestarian ekosistem pesisir.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.                PENGERTIAN PENATAAN RUANG
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. (UU 26/2007 tentang penataan Ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Dalam Pasal 3 UU 26/2007 Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a.   terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.   terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.   terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Dalam Ps 6 (1)  UU 26/2007 menyebutkan bahwwa  penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
a.   kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b.   potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
c.   geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

B.       PENGERTIAN KAWASAN PESISIR
Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) ” The part of the land affected by it’s proximity to the land…any area in which processes depending on the interaction between land and sea are most intense”. Diartikan bahwa daerah pesisir atau zone pesisir adalah daerah intervensi atau daerah transisi yang merupakan bagian daratan yang dipengaruhi oleh kedekatannya dengan daratan, dimana prosesnya bergantung pada interaksi antara daratan dan lautan. Ketchum dalam Kay dan Alder (1999: 2) “ The band of dry land adjancent ocean space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan.
Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et al, dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).
Menurut Suprihayono(2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Menurut Soegiarto (Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat.
Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang, batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.

C.         PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PESISIR
Penggunaan lahan dalam arti ruang merupakan cerminan dari produk aktivitas ekonomi masyarakat serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti pertumbuhan penduduk (jumlah dan distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi, jenis tanah, dan iklim
(Skole dan Tucker dalam Rais, 2004: 157). Key dan Alder (1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa fungsi yaitu :
1.   Eksploitasi Sumber daya (perikanan, hutan, gas dan minyak serta pertambangan).
Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah eksploitasi primer dalam sektor perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi perikanan serta industry budidaya air. Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah minyak dan pertambangan.
2.   Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai, pelabuhan laut, pertahanan, dan program perlindungan garis pantai)
Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi : Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas yang mendukung untuk operasional dari sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan dan jembatan serta instalasi pertahanan.
3.   Pariwisata dan Rekreasi
Berkembangnya pariwisata merupakan sumber potensial bagi pendapatan negara karena potensi pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung sehingga dalam pengembangannya memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara langsung berdampak pada penggunaan lahan.
4.   Konservasi alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam.
Hanya sedikit sumber daya alam di pesisir yang dikembangkan untuk melindungi kawasan pesisir tersebut (Konservasi area sedikit).

Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan di kawasan pesisir menurut Dahuri et al (2001: 122) adalah
a.   Pembangunan kawasan permukiman.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan fasilitas tempat tinggal. Namun pengembangan kawasan permukiman dilakukan hanyamdengan mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya pengembangan kawasan permukiman ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga.
b.   Kegiatan Industri
Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primary basedindustri menuju secondary based industri dan tertiary based industri, menyediakan kawasan industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi dan pembuangan limbah dan transportasi  untuk produksi maupun bahan baku.
c.   Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari
Hal ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.
d.   Konversi hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunya fungsi ekologis hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.






BAB III
PEMBAHASAN

A.        GAMBARAN UMUM WILAYAH PESISIR KOTA KUPANG
Lingkup wilayah geografis dari pengamatan  ini berada pada wilayah pesisir Teluk Kupang. Wilayah pesisir Teluk Kupang terletak antara 9°91’LS-123°23’BTdan 1040 LS-12333 BT yang mencakup wilayah administratif Kota Kupang. Secara administrasi kawasan pesisir Kota Kupang ini terletak di dua kecamatan dan 15 kelurahan, dengan luas wilayah 12.695 ha. Panjang garis pantai 22,7 Km.
Secara topografi, merupakan pertemuan antara darat dan air, dataran landai, serta sering terjadi erosi, abrasi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan badan perairan. Topografi tanah dapat dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu :
§    Daerah perbukitan dengan kemiringan dataran 20-60 % (di darat);
§    Daerah relatif datar/kemiringan 0-2% (di darat, termasuk daerah pasang surut);
§    Daerah rawa atau di atas air;
Untuk kawasan pesisir Teluk Kupang secara topografi pada umumnya mempunyai topografi yang datar bergelombang dengan kelerengan berkisar antara 3-15 %.C. Hidrologi Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi, terdapat tekanan air laut terhadap air tanah, serta merupakan daerah retensi sehingga run-off air rendah. Berdasarkan pasang surutnya air laut, maka kawasan Pesisir Kota Kupang dikatakan mempunyai tipe pasang surut tunggal, dengan tinggi muka air pada suhu rata-rata berkisar antara 1-3 meter. Kawasan Pesisir Kota Kupang ini juga mempunyai salinitas yang cukup tinggi, terutama pada musim kemarau. Hal ini diindikasikan dengan adanya air tanah dalam yang menjadi payau.

B.                EKOSISTEM PESISIR KOTA KUPANG
·         Terumbu Karang (Kelurahan Fatufeto, Tode Kisar, Pasir Panjang) Mangrove (Kelurahan Oesapa).Rumput Laut Kelurahan Alak dan Pasir Panjang)
Tingginya aktivitas dari nelayan tradisional yang seringkali membuang jangkar perahu, penangkapan ikan menggunakan bom dan racun sianida untuk cepat memperoleh hasil tangkapan, cara penangkapan demikian dianggap lebih ekonomis bagi nelayan tradisonal. Hal lain yang mempengaruhi kerusakan terumbu karang yaitu limbah minyak dari kapalkapal yang bersandar pada pelabuhan dankapal-kapal nelayan serta prosesedimentasi
·         Mangrove (Kelurahan Oesapa).
Kerusakan habitat mangrove disebabkan oleh kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya mangrove secara tidak bijaksana, seperti pemanfaatan kayu mangrove, konversi lahan mangrove menjadi tambak garam tradisional dan tumpahan minyak dari perahu-perahu nelayan. Pencemaran minyak dapat menyebabkan kematian pohon mangrove akibat terlapisnya pneumatofora olah lapisan minyak (Berwick dalam Dahuri, 2001: 203
·         Rumput Laut Kelurahan Alak dan Pasir Panjang
Keberadaan rumput laut dapat ditemukan di Kelurahan Alak dan Pasir Panjang itupun sedikit jumlahnya. Pemanfaatan padang lamun sebagai potensi sumber daya pulih di Kota Kupang belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Padahal padang lamun memiliki fungsi dan peranan yang dapat mendukung perekonomian masyarakat pesisir.

C.                PERANAN PENATAAN RUANG DALAM \PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR
Wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara bio­geofisik maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai akibat interaksi antara proses­-proses yang terjadi di daratan dan di lautan. Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat­sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses­proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dengan memperhatikan aspek kewenangan daerah di wilayah laut, dapat disimpulkan bahwa pesisir masuk ke dalam wilayah administrasi Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Definisi wilayah pesisir di atas memberikan suatu pemahaman bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2003 tentang Pedoman Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/Kota dan ke arah darat hingga batas administrasi Kabupaten/Kota.
Tingkat kerusakan biofisik lingkungan wilayah pesisir sangat mengkhawatirkan. Adapun faktor­faktor yang turut mempengaruhi kerusakan biofisik wilayah pesisir adalah:
·         Overeksploitasi sumberdaya hayati laut akibat penangkapan ikan yang melampaui potensi (overfishing), pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove dan terumbu karang sebagai sumber makanan biota laut tropis
·         Pencemaran akibat kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian di darat (land­based pollution sources) maupun akibat kegiatan dilaut (marine­based pollution sources) termasuk perhubungan laut dan kapal tanker dan kegiatan pertambangan dan energi lepas pantai.
·         Penanganan berbagai isu dan permasalahan di wilayah pesisir merupakan salah satu aspek dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir. Sebelum membahas lebih jauh tentang kedudukan pengelolaan wilayah laut dan pesisir dalam penataan ruang wilayah, perlu dipahami arti “ruang” menurut UU 24/1992 tentang penataan ruang, yakni wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Berdasarkan pengertian tersebut maka penataan ruang, dengan “ruang” sebagai obyek, harus secara integratif mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara.


Menurut Menko Perekonomian dalam paparannya pada Rakernas BKTRN di Surabaya tanggal 13­14 Juli 2003, ruang terbentuk atas unsur sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya manusia, dan aktivitas. Dalam hal ini, wilayah laut dan pesisir memiliki keempat unsur tersebut. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan pengertian yang terkandung dalam UU 26/2007 bahwa penataan ruang bertujuan untuk mencapai pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah laut dan pesisir merupakan domain dari penataan ruang menurut UU 26/2007.
·         Penataan ruang merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat dan
·         Lingkungan hidup. Dalam mencapai tujuan tersebut, dilakukan upaya pengelolaan kawasan melalui pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat pada kawasan­kawasan budidaya dan pelestarian kawasan­kawasan lindung, termasuk yang terdapat di ruang lautan dan kawasan pesisir.
·         Pendekatan penataan ruang dalam rangka pengembangan wilayah sebagaimana dijelaskan di atas terdiri atas tiga proses yang saling berkaitan, yakni:
1)      Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Disamping sebagai “guidance of future actions” rencana tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability).
2)      Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionaliasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri, dan
3)      Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.
·         Dari penjelasan di atas jelas bahwa perencanaan tata ruang merupakan satu tahapan yang sangat penting dalam penyelenggaraan penataan ruang, karena rencana tata ruang merupakan dasar bagi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
·         Implementasi proses­proses penataan ruang tersebut di atas diselenggarakan berdasarkan fungsi utama kawasan, aspek administratif, dan fungsi kawasan sebagaimana diatur dalam pasal  UU 26/2007:
1.      Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan budidaya dan kawasan lindung.
2.      Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi, dan wilayah Kabupaten/Kota.
3.      Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi penataan ruang kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan tertentu.
·         Selanjutnya diatur bahwa rencana tata ruang wilayah dibedakan menjadi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Perencanaan tata ruang laut dan pesisir harus diletakkan dalam sistem perencanaan yang berlaku. diatur bahwa RTRWP dan RTRWK disamping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai dengan batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundang­undangan. Batas wilayah perencanaan, termasuk batas laut, dalam RTRWP dan RTRWK disesuaikan dengan batas kewenangan daerah masing-masing.
Berdasarkan hal­hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan berkaitan dengan kedudukan penataan ruang wilayah laut dan pesisir dalam penataan ruang wilayah sebagai berikut:
·         Wilayah laut dan pesisir merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah perencanaan Propinsi dan Kabupaten/Kota, karena RTRWP dan RTRWK telah mencakup seluruh ruang daratan dan ruang lautan yang menjadi kewenangan Propinsi dan Kabupaten/Kota.
·         Apabila diperlukan perencanaan tata ruang yang fokus pada ruang lautan dan pesisir, rencana tata ruang yang dihasilkan harus merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah terkait (Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota). Pada tingkat mikro­operasional, produk rencana tersebut dapat berupa rencana rinci yang difokuskan pada kawasan laut dan pesisir dengan memberikan perhatian besar terhadap aspek­aspek pengelolaannya.
·         Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah laut dan pesisir diselenggarakan berdasarkan RTRWN, RTRWP, dan RTRWK. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU 26/2007 :

BAB IV
KESIMPULAN

Dengan melihat hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa peranan Penataan Ruang darat dan laut dalam Pelestarian Ekosistem pesisir adalah sangat 
1)      Pengelolaan wilayah laut dan pesisir menghadapi tantangan pembangunan yang kompleks mengingat sifat ekosistemnya yang kaya akan sumber daya dan bersifat open access. Dalam upaya menangani permasalahan di wilayah laut dan pesisir perlu dikembangkan pendekatan yang mengintegrasikan pengaturan pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta seluruh sumber daya yang ada di dalamnya agar berbagai permasalahan yang ada dapat diselesaikan sejak dari sumbernya. Pendekatan penataan ruang merupakan pendekatan yang memenuhi persyaratan integrasi lintas matra (darat, laut, udara), lintas sektor (antar berbagai sektor kegiatan), dan lintas wilayah.
2)      Pengelolaan wilayah laut dan pesisir dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui pemanfaatan sumber daya secara optimal dan efisien dengan memperhatikan prinsip-­prinsip keterpaduan, pendekatan lingkungan hidup.
3)      Pengelolaan wilayah laut dan pesisir merupakan bagian tak terpisahkan dari penataan ruang wilayah. Dengan demikian penyelenggaraannya harus didasarkan pada rencana tata ruang wilayah (RTRWN, RTRWP, dan RTRWK) yang telah ditetapkan.



DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, Eko. 1997. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta : Penerbit Andi offset.
Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Dahuri, Rokhmin dan Iwan Nugroho. 2004. Pembangunan Wilayah PerspektifEkonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Pustaka LP3ES.
Dahuri. et al. 2001. Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : Pt Pradnya Paramita.
Damaledo, Andrey Y. 2003. Studi Arahan Penataan Kawasan Sempadan PantaiTeluk Kupang di Kota Kupang-NTT . Jurnal ASPI volume 3.
Hantoro, wahyoe. 2004. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadapPerkembangan Kawasan Kota Pantai.
http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc. Di akses tanggal 23 September 2008.
Rais, Jacub. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta : Penerbit PT Pradnya Paramita.
Hadi, Sudharto P. 2005. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Laut Kota Kupang 2009

1 komentar: