oleh Troy Makatita
Keterbatasan Jakarta mendapatkan air baku untuk diolah menjadi air bersih sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan air laut yang melimpah.
PT Pembangunan Jaya Ancol bukan cuma mengolah air laut menjadi air tawar, melainkan juga mengolahnya menjadi kolam apung berkadar garam tinggi.
Desalinasi
Inovasi yang dilakukan, antara lain, 7.000 meter kubik air laut diubah menjadi 5.000 meter kubik air tawar per hari. Sisanya, sekitar 2.000 meter kubik, menjadi air berkadar garam tinggi yang digunakan untuk kolam apung, salah satu wahana wisata di Ancol Taman Impian.
”Trik rahasia ini menjadi inovasi untuk tidak semata-mata meraih hasil air minum dari sumber air laut tak terbatas,” kata Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Budi Karya.
Kolam apung yang unik merupakan manfaat wisata edukatif lain, di samping perolehan air tawar dari proyek Ancol Newater-Sea Water Desalination Plant. Bambang Tutuko selaku Wakil Direktur Arkonin yang menjadi konsultan proyek ini, Selasa (28/9/2010), menguraikan, desain rancang bangunnya bisa untuk memproduksi sampai kapasitas 15.000 meter kubik per hari.
”Teknologi desainnya sudah selesai dirancang dan konstruksinya sekarang masih dikerjakan. Akhir tahun ini bisa selesai,” kata Bambang.
Osmosis terbalik
Reverse osmosis atau osmosis terbalik merupakan proses yang ditempuh secara umum untuk mengubah air laut menjadi air tawar. Caranya dengan mendesakkan air laut melewati membran-membran semipermeable untuk menyaring kandungan garamnya. Kandungan garam yang tersaring disisihkan. Sebagian air laut digunakan untuk melarutkannya.
Peristiwa dalam larutan itulah yang kemudian menjadi bagian dari 2.000 meter kubik per hari yang kemudian disalurkan ke Kolam Apung Wahana Atlantis Ancol.
Dalam kandungan garam tinggi, air kolam itu mampu mengapungkan manusia. Namun, untuk menikmati kolam apung ini yang juga menjadi pusat pariwisata di Ancol, ada beberapa ketentuan yang diberlakukan untuk menunjang keselamatan dan kesehatan.
”Reverse osmosis atau RO ini ditempuh setelah ada berbagai perlakuan terhadap sumber air bakunya,” kata Bambang.
Menurut Bambang, bisnis air baku itu diambil dari Danau Ancol. Danau Ancol dirancang untuk menampung pula air hujan ataupun limbah pemanfaatan air bersih yang digunakan berbagai fasilitas publik di kawasan wisata tersebut.
Pemasukan air hujan ataupun limbah pemanfaatan air bersih merupakan upaya untuk menurunkan kadar garam danau payau tersebut. Dengan demikian, diharapkan proses osmosis terbalik menjadi lebih ringan dengan air baku yang rendah kadar garamnya. ”Ini ada kaitannya dengan usia produktif dari teknologi desalinasi ini,” ujarnya.
Untuk menghasilkan air bersih dari air laut ini dibutuhkan energi listrik sebesar 4,72 kilowatt jam per meter kubik. ”Sekarang ini rata-rata listrik per kilowatt jam mencapai harga Rp 1.000, dan ini pun tentu akan secara otomatis akan membuka lowongan kerja yang luas” ujar Bambang.
General Manager Perencanaan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk Sandy Rudiana mengatakan, perusahaannya memiliki kebutuhan air tawar sebanyak 15.000 meter kubik per hari. Saat ini belum bisa terpenuhi seluruh kebutuhannya.
”Dari perusahaan air minum daerah hanya diperoleh 9.000 meter kubik per hari sehingga masih kekurangan 6.000 meter kubik per hari,” kata Sandy.
Selain faktor kekurangan suplai air bersih, menurut Sandy, juga ditemui kendala harga yang terlampau tinggi. Produksi air bersih dari proses desalinasi bisa bersaing dengan tarif air bersih kelas komersial yang mencapai Rp 12.500 per meter kubik. Bahkan, tarif air bersih industri mencapai Rp 15.000 per meter kubik.
Nilai produksi air bersih dengan teknologi desalinasi yang dikembangkan sekarang mampu menekan harga hingga Rp 9.000 per meter kubik.
Pengembangan model
YJ Harwanto, selaku General Manager Ancol Taman Impian PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, mengatakan, proyek desalinasi ini sebagai pengembangan model tatkala ada tuntutan penghentian pengambilan air tanah di Jakarta, terutama di kawasan pesisir Jakarta Utara.
”Model seperti ini harus dikembangkan oleh pihak-pihak lainnya,” kata Harwanto.
Dia mengatakan, perusahaannya tidak pernah mengambil air tanah untuk mencukupi kebutuhan. Namun, mereka menerima imbas paling parah berupa penurunan tanah paling cepat di Jakarta. Saat ini diperkirakan kawasan Ancol mengalami penurunan tanah 26 sentimeter per tahun.
Seperti lokasi kuburan yang dipelihara Pemerintah Belanda di dalam kawasan wisata Ancol, sejak belasan tahun yang lalu masih 1 meter sampai 2 meter di atas permukaan laut. Namun, sekarang sudah berada di bawah permukaan air laut sehingga diperlukan pemompaan air ketika tergenang air laut.
Pengurukan, menurut Harwanto, dilakukan setiap tahun. Lokasi-lokasi yang tidak diuruk pada akhirnya mudah tergenang air hujan atau luapan air laut pasang.
Desalinasi sebagai jawaban teknologi atas tuntutan penghentian pengambilan air tanah di Jakarta. Pengelola kawasan wisata Ancol sudah memulainya.
.......BAGAIMANA DENGAN KOTA KUPANG.......BERANI MENCOBA??????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar